Fikih Politik Gencar Dikampanyekan Kalangan Pesantren di Garut Menyongsong Satu Abad NU

Dindin
Pelaksanaan Halaqoh Fikih Peradaban, Fikih Siyasah NU dan Negara Bangsa, di Aula Ponpes Assa'adah, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut Foto.iNewsGarut.id/ Dindin

GARUT, iNewsGarut.id – Kalangan pesantren Nahdiyin atau banyak dikenal orang Nahdlatul Ulama (NU) di Kabupaten Garut, Jawa Barat, terus mengkampanyekan hadirnya Fikih Peradaban dan Fikih Siyasah (politik) bagi masyarakat umum menjelang puncak peringatan 1 abad NU.

“Fikih peradaban dan fikih siyasah bukan produk baru pesantren, tapi baru dikampanyekan saat ini,” kata Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Assa'adah Limbangan Garut, K.H. Rd. Amin Muhyiddin Maulani, dalam acara 'Halaqoh Fikih Peradaban, Fikih Siyasah NU dan Negara Bangsa,' di Aula Ponpes Assa'adah, Senin (26/12/2022).

Menurutnya, kehadiran fiqih peradaban dan siyasah ini harus menjadi pegangan umat islam, terutama kalangan Nahdiyin dalam mempertahankan kedaulatan dan persatuan bangsa.

“Ingat banyak sekali faham dari luar yang mengatasnamaman agama islam yang sengaja disebarkan untuk mengganti ideologi pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” kata dia.

Hadirnya fikih peradaban dan fikih sisayah atau politik, memberikan banyak pegangan bagi masyarakat, pentingnya mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara berdasarkan UUD 1945 dan pancasila.

“Sudah bukan saatnya peradaban manusia saat ini dijejali oleh permusuhan atas nama agama, namun sebaliknya harus mengedepankan persaudaraan,” ujarnya.

Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Garut itu kemudian mencontohkan hadirnya fenomena semangat beragama dalam bentuk hijrah, yang menyampingkan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat sekitar.

“Hadirnya fikih peradaban justru lebih mengedepankan pentingnya toleransi dan moderat dalam menjalankan agama,” imbuhnya.

Sementara itu, Pimpinan Pesantren luhur Alwailah Garut, K.H. Thonthowi Djauhari, menambahkan, hadirnya fikih peradaban memberikan peluang kepada masyarakat lebih aktif dalam memilih hukum syariah sesuai dengan aturan yang berlaku d sebuah wilayah atau negara.

"Agama justru melarang pemaksaan atas nama agama itu sendiri," tambahnya.

Ia menyatakan, dalam prakteknya ada beberapa jalur yang bisa ditempuh masyarakat dalam penerapan syariah secara utuh, yakni jalur formalisasi agama, kultural, dan politik sebuah bangsa.

"Dari tiga formalisasi tadi yang cocok bagi bangsa Indonesia adalah jalur kultural dan politik, sementara formalisasi agama tidak cocok di tengah heterogen bangsa Indonesia," tuturnya.

Sementara bagi mereka yang tidak menerima hal itu, akhirnya muncul kelompok ekstrem agama yang mengklaim pendapat kelompoknya paling benar sendiri.

“Mayoritas ijtihad dibangun di atas fondasi dilalah dzonniyyah atau sangkaan, sehingga tidak satupun dari madzhab yang berani mengklaim paling benar,” kata K.H. Thonthowi.

Bahkan para kelompok yang tidak sejalan dengan pemikiran atau ijtihad mereka, perlu dibasmi dengan jalan paksaan atau kekerasan. “Mereka kadang beranggapan kelompok yang tidak mau dibenarkan, dianggap kafir,” tandasnya.

Sebelumnya, kegiatan serupa pernah digelar dua pesantren NU di Garut, yakni Pesantren Al-Musadaddiyah dan Pesantren Nurul Huda Cibojong.

Editor : ii Solihin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network