GARUT, iNewsGarut.id – Kepastian proses hukum pelaku pembakar masjid di wilayah Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, beberapa waktu lalu akan ditentukan awal pekan depan. Pada Minggu (22/1/2023) sekira pukul 22.00 WIB malam lalu, pelaku berinisial E (29) nekat membakar Masjid Al Hidayah di Kampung Nagrog, Kecamatan Leles, hingga ludes.
Kapolres Garut AKBP Rio Wahyu Anggoro mengatakan, pelaku saat ini dalam penanganan ahli jiwa di rumah sakit jiwa, setelah sebelumnya sempat diamankan polisi. Aparat kepolisian, lanjutnya, telah berkoordinasi dengan psikiater dan ahli pidana terkait kasus tersebut.
"Koordinasi dengan psikiater dan ahli pidana telah kami lakukan. Senin besok (pekan depan) kami akan memutuskan, apakah kasus ini layak kami lanjutkan atau tidak," kata AKBP Rio Wahyu Anggoro, di Mapolres Garut Jumat (27/1/2023).
Ia menambahkan, di kasus tersebut pihaknya telah mengumpulkan sejumlah barang bukti, memeriksa saksi, hingga menerbitkan laporan polisi model A. Dengan demikian, AKBP Rio Wahyu Anggoro menegaskan jika kasus ini sebenarnya telah siap untuk dilanjutkan ke tingkat penyidikan.
"Namun mengingat yang bersangkutan sudah masuk rumah sakit jiwa sebanyak 3 kali, kami membawanya ke rumah sakit jiwa di KBB (Kabupaten Bandung Barat)," ujarnya.
Terkait pembangunan Masjid Al Hidayah, Kapolres Garut mengungkapkan pihaknya telah bekerja sama dengan MUI Kabupaten Garut untuk memberikan bantuan. Ia menargetkan proses pembangunan masjid tersebut akan rampung sebelum memasuki Ramadan 2023.
"Pembangunan masjid ditargetkan selesai dalam waktu cepat, sehingga Ramadan nanti masjid dapat digunakan untuk beribadah. Terlebih, masjid tersebut selalu digunakan masyakat untuk ibadah salat mulai salat wajib hingga sunnah," ucapnya.
Seblumnya, Kriminolog Universitas Islam Bandung Prof Nandang Sambas menjelaskan, orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ) tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Hal itu tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 44.
"Di dalam Pasal 44 KUHP ada pengecualian, apabila kejiwaan dia (pelaku) memiliki penyakit atau cacat yang tidak bisa disembuhkan, maka tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Hukum pidana adalah hukum yang rasional, artinya hanya orang yang dinyatakan sehat secara fisik dan psikis yang dapat dimintai pertanggungjawaban," kata Prof Nandang Sambas.
Dengan kata lain, hukum pidana hanya berlaku bagi seseorang yang memiliki akal sehat. Orang yang terganggu jiwanya, jelas dia, tidak akan menyadari setiap perbuatan yang dilakukan.
"Setiap orang yang berakal sehat dapat dimintai pertanggungjawaban karena melakukan perbuatan secara sadar. Dalam hukum, suatu perbuatan harus diketahui unsur objektif dan subjektifnya, karena jika salah satu unsur ini tidak dapat terpenuhi, misal tidak ada objek atau subjeknya berarti tidak dapat diproses lebih lanjut," ujarnya.
Editor : ii Solihin
Artikel Terkait