GARUT, iNewsGarut.id – Forum Komunikasi Honorer di Lingkungan Pertanian (FKHP) Provinsi Jawa Barat (Jabar) melakukan audensi dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD) Jabar.
Audensi yang berlangsung di Ruang Rapat Badan Musyawarah DPRD Provinsi Jabar pada Kamis (13/7/2023) itu dalam rangka memperjuangkan nasib para honorer atau para Non-ASN di lingkup Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distanhorti) Provinsi Jabar.
Pelaksanaan audiensi dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Jabar Ineu Purwadewi Sundari, Sekretaris Komisi I DPRD Jabar Sadar Muslihat, Anggota Komisi II DPRD Jabar Herry Dermawan. Adapun turut hadir Kepala Distanhorti Dadan Hidayat beserta jajaran, perwakilan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar yakni dari BKD, BPKAD, Biro Organisasi dan Biro Hukum.
Audiensi ini diikuti oleh 200 orang yang tergabung dalam anggota Forum Komunikasi Tenaga Harian Lepas - Penyuluh Pertanian/Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian Daerah (THL-TBPPD) dan Tenaga Harian Lepas - Pengendali Organisme Penganggu Tumbuhan (THL-POPT) yang hadir terkait penyelesaian dan penanganan tenaga honorer yang telah mengabdi di lingkungan instansi pemerintah.
Audiensi ini dilakukan terkait wacana pemerintah yang akan menghapus tenaga honorer pada 28 November 2023. Hal tersebut tertuang dalam Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dalam Surat Menteri PANRB tersebut disebutkan bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pemerintah untuk menentukan status kepegawaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II) paling lambat 28 November 2023.
Wakil Ketua DPRD Jabar, Ineu Purwadewi Sundari, mengatakan bahwa pihaknya hadir untuk bersama mencari solusi dan memberikan pandangan terkait penyelesaian masalah tenaga honorer, yang mana dalam hal ini merupakan kepentingan orang banyak.
"Ini tidak hanya terjadi di Jabar, namun di seluruh Indonesia, karena Jabar adalah provinsi terbesar, maka pertimbangan dari Jabar tentu harus didengar oleh pemerintah pusat. Betapa pentingnya peran kawan-kawan (THL) sehingga saya memohon agar para pimpinan OPD khususnya BKD hadir pada audiensi ini, agar tahu betapa kami sangat sayang kepada para Penyuluh dan POPT," paparnya.
Dikatakan Ineu, pihaknya telah meminta dari jauh-jauh hari pendataan honorer Jabar untuk disampaikan kepada pemerintah pusat, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian PANRB, agar kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat itu dapat lebih memperhatikan para honorer Jabar.
Sementara itu, Kepala Distanhorti, Dadan Hidayat, menyampaikan bahwa Provinsi Jabar menduduki peringkat 2 tertinggi tingkat nasional untuk angka produksi beras. Menurutnya, prestasi ini merupakan kinerja positif dan tak lepas dari peran Penyuluh Pertanian dan Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT).
"Kami dari Distanhorti masih sangat membutuhkan THL (Tenaga Harian Lepas), Penyuluh, dan POPT l," ucapnya.
Ia menegaskan bahwa Penyuluh dan POPT yang tersebar di Jabar memiliki tugas dalam memastikan kondisi pangan di Jabar aman untuk swasembada.
Di sisi lain, Sekretaris Komisi I DPRD Jabar, Sadar Muslihat, meyakini bahwa audiensi hari ini akan berdampak pada Jabar bahkan Indonesia.
"Saya mohon nanti roadmap penyelesaiannya harus jelas," katanya.
Ia menambahkan, bahwa masalah penghapusan tenaga honorer ini bukan hanya masalah bidang pertanian, namun juga pendidikan dan kesehatan serta seluruh honorer di Jabar.
Ia menyebut ada sebanyak 5.900 desa di Jabar yang harus mendapatkan layanan publik dari para honorer untuk mewujudkan Jabar Juara.
"Mungkin malah 32.000 Honorer itu yang justru berperan banyak dalam berupaya mewujudkan Jabar Juara," kata dia.
Maka dari itu, ia berharap ada penyelesaian yang komprehensif untuk penyelesaian masalah penghapusan tenaga honorer.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jabar, Sumansa menyampaikan, bahwa progres dari Satuan Tugas (Satgas) Non-ASN yang dibentuk oleh Gubernur Jabar untuk mencari solusi atas tuntutan pegawai honorer yang tenaganya selama ini sangat dibutuhkan.
"Kejelasan 32.000 honorer di Jawa Barat terus dikawal oleh Satgas Non-ASN, karena ini merupakan kebutuhan bersama dalam memenuhi layanan publik dalam membangun Jawa Barat," tutur Sumansa.
Menurutnya, hasil analisa Satgas Non-ASN bahwa Jabar tidak bisa memenuhi layanan publik jika hanya mengandalkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang ada.
"Apalagi untuk sektor pertanian yang akan sangat terancam tanpa kehadiran THL, Penyuluh, dan POPT," tambahnya.
Ia mengajak forum untuk bersama mencari solusi dan alternatif terbaik, karena bagaimanapun layanan publik tetap harus berjalan.
"Kami mohon support dan ikhtiar dari kawan-kawan, kita berharap secara nasional ada solusi, jikapun tidak ada, Jabar harus punya cara mengatasi ini," katanya.
Berbagai upaya dari Pemprov Jabar pun terus dilakukan, salah satunya dengan launching Aplikasi Tryout CASN Juara pada September Tahun 2022 lalu. Dimana upaya ini merupakan sarana pembelajaran bagi masyarakat yang tertarik mengikuti seleksi calon ASN. Tujuannya adalah menyiapkan calon ASN berkualitas untuk mengikuti seleksi resmi baik di Pemprov Jabar maupun instansi pemerintah lainnya.
Ia mengingatkan kepada para perwakilan OPD yang hadir agar tidak ada lagi pengrekrutan Non-ASN yang baru. Ia juga mengatakan bahwa seluruh sektor pelayanan publik di lingkungan Pemprov Jabar masih menggunakan tenaga Non-ASN karena memang dibutuhkan.
Dari 2,2 Juta tenaga Non-ASN se-Indonesia, ada sekira 32.098 Non-ASN di Jabar yang telah teregistrasi di Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Editor : ii Solihin
Artikel Terkait