JAKARTA, INEWS.id - Pihak Komisi Yudisial (KY) sempat mempertanyakan alasan pemerintah menambah gaji kepada para Hakim Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam setiap menangani sebuah perkara.
Bahkan peraturan penambahan gaji itu tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82/2021 yang menyatakan Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat honorarium dari setiap perkara yang ia ditangani.
"KY berharap pemerintah dapat menjelaskan kajian yang akan datang sebelum diterbitkannya PP ini. Terutama dengan batu uji, apakah peningkatan ini terjadi pada penyelesaian penyelesaian perkara di MA," ungkap juru bicara KY Miko Ginting dalam keterangannya, Kamis (26/8/21).
Miko berpendapat, pemerintah dan MA harus mengembangkan mekanisme pengelolaan seiring dengan perubahan dari sisi insentif. Hal ini guna memastikan apakah kebijakan ini memang tepat sasaran.
"Misalnya, dampak dari fasilitas ini terhadap upaya pengurangan arus perkara ke MA yang sudah sejak lama menjadi masalah mendasar dalam meningkatkan konsistensi dan kualitas putusan," kata dia.
Miko juga menyebut, pemberian insentif seharusnya berdampak pada konsistensi dan kualitas putusan. Miko mengatakan, ke depan MA harus membenahi agenda perkara perkara yang masuk baik pada tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali dan menghibur pengadilan.
"Di sisi lain, KY melihat prioritas yang tidak kalah pentingnya untuk memecahkan oleh pemerintah dan MA, yaitu tunjangan dan kesejahteraan serta fasilitas kedinasan bagi hakim-hakim di tingkat pertama. Merekalah yang selama ini menangani beban perkara signifikan dan berhadapan langsung dengan pihak-pihak berperkara," jelas dia.
Selain itu prioritas anggaran lain, juga layak digunakan. KY menganggap agenda sidang dan kebutuhan lain, seperti dukungan anggaran yang mencukupi, dapat meningkatkan sarana dan prasarana elektronik demi mendukung pelaksanaan sidang saat pandemi.
Menurut Miko, kebutuhan sidang terhadap situasi negara akibat pandemi Covid-19. Seperti digelarnya sidang secara virtual yang perlu dipersiapkan dengan baik.
"Misalnya, dukungan anggaran yang memadai untuk meningkatkan sarana dan prasarana demi mendukung efektivitas pelaksanaan sidang elektronik di masa pandemi," katanya.
Sebelum itu, Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2021. Dalam PP tertuang kini baik Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat honorarium per perkara yang ditangani.
Padahal, bagi Hakim Ketua MA dan Mahkamah Konstitusi mereka mendapat gaji berkisar Rp121 juta. Sedangkan untuk wakil hakim mendapat Rp 82 juta. Adapun Ketua Muda MA mendapat gaji Rp 78 juta dan hakim agung/hakim konstitusi Rp 72 juta per bulan.
Dikutip merdeka.com dari PP Nomor 82 Tahun 2021, ketentuan tertuang dalam Pasal 13 yang mengalami perubahan dan kini bunyi sebagai berikut:
Pasal 13
(1) Hakim Agung diberikan honorarium dalam hal: a. penanganan perkara di Mahkamah Agung; dan b. pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Hakim Konstitusi diberikan honorarium dalam hal: a. penanganan perkara hasil pemilihan pemilihan, bupati, dan walikota; B. perkara pengujian undangundang, sengketa penanganan lembaga negara, dan hasil umum; dan c. pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan sampai dengan terbentuknya badan peradilan khusus yang memeriksa dan mengadili perkara pemilihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. B. perkara pengujian undang-undang, penanganan sengketa lembaga negara, dan hasil pemilihan umum; dan c. pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Editor : Evan SR