Melalui Coding Compost, Pemuda Asal Garut Bisa Gandeng Siswa Putus Sekolah Belajar Coding

Dindin
Beberapa kegiatan dari Coding Compost yang dilaksanakan di daerah Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut.

GARUT, iNews.id Pengolahan sampah di kalangan masyarakat kini sudah menemukan berbagai macam solusi, salah satunya yaitu menggunakan maggot untuk mengurai sampah organik

Seorang anak muda asal Kabupaten Garut, membuat pengolahan sampah melalui budidaya maggot ini menjadi multifungsi, dikarenakan dana hasil penjualan maggotnya digunakan untuk belajar coding bagi siswa yang putus sekolah.

Rafli Muhammad Ridhwan (19),  yang baru lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kehutanan Kadipaten ini memiliki inovasi brilian. Inovasi yang dinamai "coding compost" sudah dilakukannya sejak beberapa tahun lalu, meskipun dalam pengolahan maggotnya sendiri lumayan menghabiskan banyak waktu.

"Dari saya itu nama inovasinya yaitu coding compost, jadi coding compost itu adalah pengolahan sampah yang menggunakan maggot, tapi dari hasil pengolahan tersebut nanti bisa dikumpulkan lalu dikonversikan menjadi uang atau dijadikan biaya untuk belajar coding," kata Rafli, saat dimintai keterangan di Gedung Public Information Center (PIC) Diskominfo Garut, Senin lalu (13/6/2022).

Lanjutnya, Rafli menerangkan, maggot yang sudah dihasilkannya ini kemudian dijual dengan hitungan perkilo, bahkan penjualannya pun sudah pernah mencapai 500 kilogran. Menurutnya, maggot juga memiliki banyak manfaat, salah satunya yaitu bisa dijadikan pakan ternak maupun pupuk cair dan pupuk padat.

"Dari maggotnya sendiri manfaatnya banyak, buat jenis-jenisnya bisa dijadikan makanan pet shop, terus makanan ayam juga bisa atau jadi pakan ternak ayam, untuk langsung disebarin ke ikan juga bisa, macam-macam," tuturnya.

Untuk modal maggotnya sendiri, Rafli menyebutkan, berawal dari sampah organik, yang dimana 1000 kilogram sampah organik bisa menghasilkan 100 kilogram maggot dengan siklus 45 hari. Menurutnya, hasil dari penjualan maggot ini bisa mencapai 600 ribu rupiah.

"Hasil penjualan dari maggotnya sendiri, kalau dari 1000 kg sampah bisa menghasilkan 100 kg magot, berarti itu 100 dikali 6000 sama dengan Rp. 600.000 kalau dari magotnya sendiri," sebutnya.

Mengenai inovasi coding compost ini, Rafli menyampaikan, bahwa dirinya telah membentuk tim yang terdiri dari 4 orang anggota. Ia berharap, bagi siswa yang sudah dipetakan dan mengikuti pembelajaran coding ini dapat menjadi regenerasi dari tim coding compost yang dirintisnya.

"Jadi timnya sekarang ada 4 orang dan 1 mentor, salah satu harapannya juga tenaga tadi yang kami telah petakan masuk coding compost itu jadi salah satu tim kami untuk meregenerasi," harapnya.

Melalui inovasinya ini, Rafli mendapat kesempatan untuk mengikuti ajang Youth Innovation Hunt serta masuk ke dalam 8 besar finalis dalam acara yang merupakan rangkaian dari Youth 20/Y20. Menurutnya, ajang ini cukup menyenangkan, menegangkan, dan berkesan, apalagi saat diberi kritik membangun oleh para kuratornya sendiri.

"Harapannya jika menang itu dapat bimbingan lebih lanjut terkait kegiatannya itu sendiri kan, terus kegiatan coding compost semakin ter upgrade istilahnya jadi lebih terarah, lebih terstruktur, terus jikapun tetap pahit (kalah) ya tetep dijalankan kegiatan coding compost sendiri," pungkasnya.

Editor : ii Solihin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network