Eko mengatakan, kegempaan Gunung Tangkuban Parahu didominasi oleh gempa hembusan yang berkaitan dengan aktivitas permukaan.
Seismograf merekam juga getaran menerus yang diakibatkan oleh hembusan gas maupun angin atau noise. Sementara energi seismik yang diestimasi berdasarkan perata-rataan nilai amplitudo seismic (Real time Seismic Amplitude Measurements/RSAM) menunjukkan fluktuasi tetapi belum teramati adanya peningkatan yang signifikan.
Selain itu, Eko mengatakan, hembusan yang terjadi di Kawah Ecoma diduga akibat adanya dinamika air bawah permukaan atau air yang meresap ke bawah permukaan, yang kemudian terpanaskan dan membentuk akumulasi uap air (steam) bertekanan tinggi.
“Sehingga terjadi overpressure sementara (transien) dan gas keluar berupa hembusan yang cukup kuat melalui zona lemah (rekahan). Hembusan berwarna putih mengindikasikan bahwa aktivitas ini didominasi oleh uap air,” kata Eko.
Oleh karena itu, Eko meminta agar masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu, pedagang, wisatawan, dan pendaki untuk tidak turun ke dasar Kawah Ratu dan Kawah Upas, serta tidak diperbolehkan menginap atau berlama-lama berada di dalam kawasan kawah-kawah aktif yang ada di dalam kompleks Gunung Tangkuban Parahu.
“Kemudian, mewaspadai meningkatnya konsentrasi gas-gas vulkanik yang dapat terjadi secara tiba-tiba, yaitu dengan tidak berlama-lama berada di sekitar area kawah aktif Gunung Tangkuban Parahu agar terhindar dari paparan gas yang dapat berdampak bagi kesehatan dan keselamatan jiwa,” ucap Eko.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait