GARUT, iNews.id – Terbitnya Surat Edaran (SE) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Republik Indonesia (RI) Nomor : B/185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Tenaga Harian Lepas (THL) Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Kabupaten Garut, harapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) berikan solusi atau sebuah dobrakan agar petugas Non Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak jadi dihapuskan pada tahun 2023, namun berharap adanya alih jenjang menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau ASN di tahun mendatang.
Saat dikonfirmasi secara langsung oleh wartawan seusai kegiatan Gerakan Pengendalian (Gerdal) komoditas cabai di Kecamatan Pasirwangi, Sabtu (11/6/2022) kemarin, salah satu petugas POPT Kabupaten Garut, Dimas Sopyan Putra menyampaikan, POPT merupakan ujung tombak mitigasi bencana pada sektor pertanian akibat dampak perubahan iklim dan pengendali serangan hama serta penyakit pada tanaman.
"Dalam sejarah tercatat, Indonesia pernah beberapa kali mulai tahun 1974 hasil padi menurun drastis akibat serangan wereng (hama tanaman), hal ini merupakan pelajaran dan pengalaman mahal untuk kedaulatan pangan," jelasnya, Sabtu (11/6/2022).
Lebih lanjut, ia menerangkan, seiring peningkatan jumlah penduduk, dimasa sekarang permasalahan ketahanan pangan nasional tidak terpaku pada kuantitas produksi saja, namun kualitas dari produk pertanian yang ramah lingkungan dan aman konsumsi bagi masyarakat Indonesia menjadi tantangan baru yang lebih berat.
"Tugas ini menjadi bagian dari peran POPT di lapangan," ujar Dimas.
Kemudian, ia mengatakan, ancaman tidak terpenuhinya hasil pertanian nasional baik dari segi produksi maupun kualitas akibat perubahan iklim semakin meningkat, jikalau petugas POPT tidak mencukupi di lapangan.
"Di Provinsi Jabar, sebagian besar petugas POPT merupakan petugas Non ASN atau honorer, yang mana sudah muncul SE dari Kemenpan RB RI terkait harus dihapuskannya non ASN pada tahun 2023," imbuhnya.
Menurutnya, bersasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 80/Permentan/OT.140/12/2012 tentang Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan, minimal petugas POPT di lapangan terisi oleh satu orang petugas, atau dengan kata lain minimal ada 627 petugas POPT di lapangan.
"Faktanya jumlah petugas POPT hanya akan tersisa 70 orang ASN di Jawa Barat apabila non ASN ditiadakan. Jumlah ini tentu sangat jauh dari kondisi ideal yang disyaratkan peraturan tersebut," tutur Dimas.
Ia menyebutkan, pada tahun 2023 mendatang, kekurangan petugas POPT mencapai 557 orang, yang mana dapat diisi oleh tenaga POPT yang sudah berpengalaman di lapangan serta memiliki kapasitas keilmuan di bidang mitigasi dan pengendalian OPT.
"Tenaga non ASN POPT Jabar memiliki pengalaman hampir 10 tahun dan telah di jejali pengetahuan serta keahlian pada berbagai pelatihan oleh pemerintah. Hal ini merupakan aset berharga yang tidak boleh hilang dalam menjaga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pangan serta ketahanan pangan yang berdaulat di Indonesia," terangnya.
Terakhir, pihaknya mewakili khusus untuk seluruh petugas POPT Kabupaten Garut, mengharapkan petugas non ASN POPT di Jabar agar tidak dirumahkan terkait SE Kemenpan RB RI dan dialih statuskan untuk menjadi ASN ditahun 2023.
Editor : ii Solihin
Artikel Terkait