Rayakan HUT RI, Emak-emak di Pelosok Garut Makan Nasi Tumpeng Hingga Berikrar

GARUT, iNewsGarut.id – Emak-emak di pelosok Garut Selatan merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) dengan cara unik, yakni makan nasi tumpeng bersama hingga berikrar penolakan terhadap bank emok.
Bertempat di halaman Kantor Desa Mekarmukti, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Kamis (17/8/2023), nampak para emak-emak mensyukuri momentum HUT RI ke-78 ini dengan cara memakan nasi tumpeng hasil kreasi mereka.
Namun, sebelum memakan nasi tumpeng, para emak-emak ini terlebih dahulu melakukan ikrar bersama dengan kepala desa setempat untuk menolak adanya bank emok.
"Iya, kegiatan rutin tahunan dalam rangka memperingati HUT RI ini kami lakukan seperti biasanya, namun untuk tahun ini ada perbedaan yakni pihak desa bersama emak-emak melakukan ikrar menolak adanya bank emok atau bank yang berada di luar pemerintah" ungkap Kepala Desa (Kades) Mekarmukti, Hidmat Dijata.
Penolakan tersebut diperkuat dengan adanya spanduk yang akan dipasang di seluruh kampung di Desa Mekarmukti.
Kades Mekarmukti, Hidmat Dijata mengatakan, dengan kegiatan yang dilakukan bersama emak-emak ini merupakan bentuk rasa syukur atas kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, sambung Hidmat, yang membedakan dari tahun sebelumnya, pada perayaan HUT RI tahun ini dirinya memimpin ikrar bersama emak-emak menolak bank di luar pemerintah, atau yang sifatnya meminjamkan uang dan tidak pernah melibatkan pemerintah.
"Dengan ikrar ini, kami bersama unsur BPD, MUI, tokoh masyarakat, dan warga betul-betul mengutuk keras untuk kedatangan petugas bank yang tidak pernah melibatkan pemerintah," tegas Hidmat.
Menurutnya, banyak warga desa menjadi korban bank emok yang diiming-imingi dengan pinjaman uang sangat mudah. Namun, kenyataannya mereka sulit membayar utang dan akhirnya mereka mengadu ke pihak desa.
Salah seorang warga, Yayah, mengaku senang dengan kegiatan yang digagas oleh Kades Mekarmukti ini. Hal tersebut agar petugas bank emok yang sering berkeliling ke kampungnya tidak menyebar.
Ia mengungkapkan, selain anaknya menjadi korban bank emok ini, dirinya juga sempat menjual rumah karena tak bisa membayar utang yang mencapai 10 juta rupiah.
"Saat itu petugas bank emok menawarkan untuk meminjam uang hanya bermodalkan KTP, karena saat itu pandemi yang sangat berpengaruh terhadap ekonomi akhirnya saya harus meminjam uang di sejumlah bank keliling, namun karena tak sanggup bayar akhirnya saya harus menjual rumah," ungkapnya.
Selain dirinya, ada beberapa tetangga lain yang juga terpaksa harus menjual rumah hingga tanah untuk membayar utang kepada bank tersebut.
"Saya bersama warga lainnya hanya bisa berharap agar pemerintah untuk segera turun tangan dalam mengatasi adanya bank emok yang berada di luar pemerintah," pungkas Yayah.
Editor : ii Solihin