Berpotensi Timbulkan Masalah, Petani Garut Kritisi Permentan No 10/2022

Fani Ferdiansyah
Para petani dan mahasiswa Garut mengangkat sejumlah poster yang berisi permintaan agar Permentan Nomor 10/2022 dicabut, karena berpotensi menimbulkan hal negatif dan konflik antar petani di kemudian hari.Foto iNewsGarut.id

GARUT, iNews.id Diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. Para petani di Kabupaten Garut khawatir, aturan tersebut bisa berdampak buruk seperti kenaikan harga hingga konflik sosial antar petani. 

Berbagai kekhawatiran itu diungkapkan para petani dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kelompok Tani Garut, saat menyampaikan aspirasi mereka di Gedung DPRD Kabupaten Garut, Selasa (26/7/2022) siang. Koordinator Aliansi Kelompok Tani Garut Rahmat Soleh, meminta pemerintah mengkaji kembali sejumlah poin yang tercantum dalam Permentan No 10 Tahun 2022.

"Mungkin saja bagi kabupaten atau daerah lain akan sangat efektif dan efisien. Tapi di Garut beda ceritanya," kata Rahmat Soleh, kepada MPI di Gedung DPRD Garut. 

Menurut Rahmat, Permentan No 10 Tahun 2022 mencerminkan ketidakpekaan pemerintah terhadap persoalan yang terjadi di kalangan petani, khususnya para petani holtikultura. Hal tersebut, kata dia, dapat diperhatikan pada Pasal 3 Poin 3 yang menyebutkan bahwa petani holtikultura yang berhak mendapat pupuk subsidi adalah petani cabai, petani bawang merah dan petani bawang putih. 

"Jika hanya petani cabai, bawang merah dan putih saja yang dapat subsidi, lalu bagaimana dengan nasib petani kol, tomat, wortel, kangkung, mentimun, bayam dan lainnya?" tanya Rahmat Sholeh. 

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), lanjutnya, holtikultura yang dihasilkan Kabupaten Garut tidak hanya sebatas pada tiga jenis komoditas yang disebutkan berhak menerima pupuk subsidi saja. Rahmat menyebut BPS selalu mencatat bahwa hasil komoditas holtikultura di Kabupaten Garut sangat besar. 

"Misalnya jika memang benar-benar diimplementasikan, harga kol akan mahal karena petani tidak berhak mendapat pupuk subsidi. Jika harga kol mahal, artinya masyarakat akan terdampak oleh kenaikan harga makanan yang memang menggunakan kol sebagai bahan dasar utama," urainya. 

"Itu baru dari kol saja, belum yang lain. Apakah pemerintah sudah memikirkan hingga sejauh ini," tambahnya. 

Seperti diketahui, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) menegaskan ada beberapa alasan diterbitkannya Permentan Nomor 10 Tahun 2022 untuk menjaga ketersediaan, keterjangkauan pupuk dan optimalisasi penyaluran pupuk bersubsidi terutama untuk petani.

"Ada empat hal yang menjadi inti kebijakan pemerintah dalam Permentan Nomor 10/2022. Pertama, petani tetap berhak mendapatkan pupuk bersubsidi selama melakukan usaha tani sub sektor tanaman pangan, hortikultura, dan/atau perkebunan dengan lahan paling luas 2 hektare (ha) setiap musim tanam dan tergabung dalam kelompok tani yang terdaftar," ujar Mentan SYL dalam Rapat Koordinasi Tata Kelola Pupuk Bersubsidi Tahun Anggaran 2022 di Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/7/2022) pekan lalu. 

Editor : ii Solihin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network