GARUT, iNews.id – Aksi seseorang yang mengaku sebagai wartawan dengan memeras kepala sekolah di pelosok baru-baru ini mendapat perhatian dari Komisi IV DPRD Kabupaten Garut. Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Garut Yudha Puja Turnawan, mendukung bila aksi pemerasan itu diusut aparat penegak hukum.
"Saya kira sebaiknya masalah ini ditangani lebih lanjut. Sudah semestinya kepala sekolah yang menjadi korban melapor ke polisi," kata Yudha kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (25/6/2022).
Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Garut ini menilai aparat kepolisian tidak akan sulit untuk melacak nomor pelaku. Selain itu, kecanggihan teknologi saat ini dapat membuat pemilik nomor rekening yang diberikan pelaku bisa ditelusuri.
"Bisa kok ditelusuri, nomor handphone dan nomor rekening dari pelaku itu. Dilacak di mana posisinya. Dalam isi percakapan jelas di situ ada upaya pengancaman. Isi inilah yang bisa dipakai nantinya oleh aparat penegak hukum menjadi bahan penyelidikan," ujarnya.
Ia pun menyayangkan bila hingga saat ini masih ada pihak sekolah yang merasa takut oleh oknum-oknum wartawan. Yudha mengimbau agar para kepala sekolah untuk tidak gegabah memenuhi keinginan pihak tertentu.
"Kalau merasa tidak salah kenapa mesti takut, kenapa harus khawatir. Laporkan saja," ucap Yudha.
Terpisah, mantan Ketua PWI Kabupaten Garut Aef Hendy menegaskan jika perilaku oknum tersebut telah mencoreng profesi jurnalis. Senada dengan Yudha, Aef mendesak agar korban melaporkan apa yang dialami ke pihak kepolisian.
"Jelas-jelas tindakan orang yang mengaku sebagai wartawan ini telah membuat citra jurnalis menjadi buruk," ujar Aef.
Seperti diketahui, seorang kepala sekolah SD di wilayah Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, diperas dan ditipu oleh seorang yang mengaku wartawan. Kepala SD Tegalgede 1 Wawan Saepullah, mengaku terpaksa memenuhi keinginan pelaku dengan menyetor sejumlah uang melalui transfer.
Wawan yang juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah Kecamatan Pakenjeng ini mengungkapkan telah memberikan uang Rp1 juta kepada pelaku.
"Saya terpaksa memberikan uang karena dia terus memaksa melalui chat dan panggilan WhatsApp. Karena saya sedang disibukan oleh persiapan perpisahan siswa, dan juga dia terus menghubungi di waktu Magrib, saya pun terpaksa memberikan uang melalui transfer," kata Wawan.
Usai menerima uang transferan dari korban, pelaku malah mengolok nilai dana yang diberikan. Ia bersikeras untuk meminta nilai yang lebih besar, yakni Rp5 juta.
"Saya pak, kalau uang segitu (nilai yang diminta pelaku) mana ada. Karena kalau pun ada pasti buat anak-anak saya di rumah. Itu juga yang Rp1 juta hasil pinjam dulu ke pemilik gerai BRI Link di desa, istilahnya ditalangi dulu," tuturnya.
Editor : ii Solihin