GARUT,iNewsGarut.id – Sebanyak 690 kepala keluarga (KK) di Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, dilaporkan belum mendapat bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Padahal, ratusan KK tersebut tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Kementerian Sosial (Kemensos).
Kepala Desa Sukasenang Iwan Ridwan menyebut, warga miskin di desanya yang masuk ke dalam DTKS tercatat sebanyak 5.671 jiwa atau 1.890 KK. Dari jumlah tersebut, warga penerima manfaat PKH dan Bantuan Pangan Non tunai (BPNT) hanya sebanyak 1.200 KK.
"Masih kurang sekira 690 KK dari keseluruhan. Yang dapat PKH dan BPNT baru 1.200 KK," kata Iwan Ridwan pada MNC Portal Indonesia (MPI), Jumat (30/9/2022).
Untuk menanggulangi warga miskin yang belum mendapat PKH, pihak Pemerintah Desa Sukasenang memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari dana desa. Namun demikian, lanjut dia, anggaran dari Desa Sukasenang belum bisa menutupi seluruh warga miskin yang ada di desanya.
"Di 2022 ini, kami baru bisa memberikan BLT pada 176 KK, dengan perincian 176 dikali Rp300 ribu dikali 12 bulan. Sehingga total dana yang kami berikan mencapai Rp633.600.000 dalam satu tahun," ujarnya.
Kades Sukasenang ini pun berharap Kemensos untuk segera merealisasikan bantuan bagi warga miskin yang terdaftar dalam DTKS di desanya. Pihak pemerintah desa, kata Iwan Ridwan, sudah mengajukan permohonan bantuan ini melalui Dinas Sosial Kabupaten Garut.
"Harapannya segera direalisasikan saja bantuan dari pemerintah ini," ucap Iwan Ridwan.
Sementara itu, Iip Firman Nurdin, Kepala Desa Wanajaya di Kecamatan Wanaraja, menuturkan jika warga miskin yang belum mendapat bantuan di desanya tercatat sebanyak 350 KK, dari 1.600 KK atau sekira 6.500 jiwa.
"Saya hanya bisa menginput data data tersebut ke DTKS. Kondisi warga miskin yang tidak dapat bantuan ini juga terjadi pada pembagian BLT BBM kemarin, dari catatan kami ada 350 warga yang tidak menerima," kata Iip.
Menurut Iip, sebagai kepala desa dirinya kerap menjadi sasaran dari masyarakat akibat adanya warga yang tidak mendapatkan bantuan tersebut. "Sebagai kades otomatis menjadi sasaran rakyat, seperti banyak yang bertanya melalui telepon, kantor desa didatangi, bahkan ada yang langsung ke rumah," ujarnya.
Editor : ii Solihin