get app
inews
Aa Read Next : 6 Desa di Garut Ini Punya Pemandangan Alam Indah, Wajib Dikunjungi Minimal Sekali Seumur Hidup

Mengunjungi Kampung Adat Pulo, Sejarah Perkembangan Islam di Leles Garut pada Abad ke-17

Sabtu, 01 Oktober 2022 | 07:19 WIB
header img
Rumah-rumah dan mushala di Kampung Adat Pulo yang sampai saat ini masih terjaga keasliannya.Foto.iNewsGarut.id/Fani Ferdiansyah.

GARUT,iNewsGarut.id – Kampung Adat Pulo merupakan salah satu kampung di Kabupaten Garut yang masih memegang teguh adat istiadat leluhur. Terletak di objek wisata Situ dan Candi Cangkuang, Kecamatan Leles, kampung ini telah ada sejak dahulu, yakni ketika masyarakatnya masih menganut agama Hindu sebelum Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-17.

Juru Pelihara (Jupel) Kampung Adat Pulo, Tatang (75), menceritakan asal mula berdirinya Kampung adat tersebut. Dikisahkan Tatang, Kampung Adat Pulo dibangun oleh Eyang Embah Dalem Arif Muhammad di abad ke-17, yang saat kedatanganya ke daerah tersebut untuk menyebarkan agama Islam.

"Islam masuk pada abad ke-17 dipimpin Kanjeng Sunan Arif Muhammad didirikan pesantren yang namanya wilayah Kerta Rahayu," ujar Tatang, saat ditemui di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, belum lama ini.

Semula penduduk Kampung Pulo memeluk agama Hindu, yaitu sejak abad ke-8. Keberadaan pengaruh Hindu setidaknya tampak pada peninggalan berupa candi, Candi Cangkuang.

Tatang pun menyebut jika dahulu Kampung Pulo bernama Kertarahayu. "Jarak antara masuknya Islam dengan pengaruh Hindu di Kampung Pulo cukup jauh, sekitar 9 abad," ucapnya.

Sejak abad ke-17, kampung adat ini hanya memiliki 7 bangunan, terdiri dari enam rumah dan satu mushala. Keenam rumah dan satu mushala itu, jelas Tatang, melambangkan anak-anak dari Eyang Embah Dalem Arif Muhammad.

"Karena Embah Dalem Arif Muhammad punya keturunannya hanya tujuh, enam perempuan dan satu laki-laki, maka anak perempuan yang enam ini dilambangkan dengan rumah-rumah. Sedangkan satu anak laki-lakinya yang meninggal sejak masih kecil dilambangkan dengan mushola," ucapnya.

Dengan demikian, masyarakat yang kini berada di Kampung Pulo merupakan keturunan Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Tatang menyebut saat ini Kampung Pulo ditempati oleh genereasi kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh.

Tatang sendiri mengaku sebagai keturunan yang ke delapan dari Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. "Saya ditugaskan untuk menjaga situs-situs budaya yang ada di sini seperti makam karomah, karomah para aulia," katanya.

Menurut Tatang, ada beberapa pantangan yang sampai saat ini masih dipegang teguh dan dijaga masyarakat adat di Kampung Pulo, yaitu tidak boleh berziarah hari Selasa sampai ke hari Rabu. Kemudian dalam satu rumah tidak diperbolehkan ada dua kepala keluarga yang menetap.

"Misal anaknya menikah. Paling lama dua minggu mereka di sini, lalu harus keluar. Terkecuali, kalau ibu bapaknya sudah meninggal, jadi anaknya bisa kembali lagi (ke Kampung Pulo) untuk mengisi kekosongan," ujarnya.

Kemudian pantangan lainnya, yaitu tidak boleh membangun rumah yang beratap jurey, harus memanjang, tidak boleh memukul gong besar, dan tidak boleh menyimpan peliharaan kaki empat yang besar seperti sapi, kerbau dan kambing.

Berdasarkan kepercayaan setempat, apabila ada warga yang melanggar salah satu aturan yang sudah ditetapkan itu, maka akan timbul malapetaka bagi masyarakat Kampung Adat Pulo.

Makanan khas Kampung Adat Pulo sendiri tak jauh berbeda dengan kudapan khas Jawa Barat, yaitu burayot, seroja, dan opak gogondoh. Makanan ini, kaya Tatang, setidaknya telah banyak beredar di luar Kampung Pulo. 

"Penyebabnya karena sekarang ini sudah banyak sekali keturunan adat Kampung Pulo yang menyebar di luar, dan jumlahnya bukan hanya seratus dua ratus, tapi sudah ribuan," tuturnya. 

Editor : ii Solihin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut