PARAS wajah Sri Riski cantik. Kecantikan wajahnya semakin sempurna dengan kulitnya yang putih. Gadis berusia 23 tahun ini, lebih pantas menjadi seorang foto model atau artis.
Namun siapa sangka, Sri Riski ternyata menekuni profesi kasar yang seharusnya dilakoni seorang pria. Yah, gadis canti ini memilih menjadi sopir truk. Tidak main-main, truk yang dikemudikannya adalah pengangkut batu bara.
Kulitnya bersih dengan bodi langsing plus wajahnya yang cantik, tentu saja membuat orang bertanya-tanya, kenapa mau jadi sopir?
Gadis berasal dari Desa Penerokan, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, menggeluti pekerjaan sebagai sopir truk batubara sejak tahun 2019.
Faktor ekonomi membuat Sri Riski terpaksa menjadi sopir truk batubara. Perempuan ini memang sangat luar biasa.
“Saya sudah tiga tahun mengemudikan truk pengangkut batu bara ini. Sebelum membawa truk batubara, saya sempat menjadi sopir bus Trans Siginjai," jelas anak kelima dari tujuh bersaudara ini.
Alasannya tidak lain adalah untuk membantu ekonomi keluarga. Sebab, orang tuanya, pasangan Ismail dan Zuliyati merupakan keluarga pas-pasan. “Saya ingin membantu ekonomi keluarga. Makanya, apapun pekerjaannya, yang penting halal, saya kerjakan,”ungkapnya.
Tak hanya itu, bagi dirinya menjadi sopir adalah hobi. “Memang menjadi sopit truk batubara bisa membantu ekonomi keluarga. Kenapa harus malu jadi sopit truk batubara. Ini pekerjaan yang sangat luar biasa,”katanya.
Sri juga ingin dapat enjadi contoh bagi orang banyak, sebab, para sopir truk batu bara umumnya dilakoni oleh para lelaki.
Menurut Sri, menjadi sopir truk bukan untuk terlihat lebih hebat dari yang lain. Dia ingin membuktikan bahwa dirinya bisa mencari uang sendiri, tidak melulu bergantung pada orang tua.
"Siapapun orang yang melihat saya, itu untuk menumbuhkan semangat kepada siapapun. Saya sebagai sopir menunjukkan bahwa perempuan mampu bekerja keras, diiringi semangat dan doa,”jelas dia.
Meski masih tergolong muda, perempuan yang akrab disapa Esi ini mengajak para sopir truk batu bara tidak mengeluhkan situasi belakangan ini.
"Kami sering terjebak macet yang begitu melelahkan. Kalau sudah macet, kaki terkadang sering keram. Tapi kami harus tetap semangat, tidak boleh menyerah. Kami juga kerap melewati jalan berlubang, dan berusaha melawan rasa kantuk saat bongkar muatan,”katanya.
Memang menjadi sopir truk batu bara sangat berat bagi kaum hawa. Namun, kalau dijalani dengan ikhlas, terasa ringan.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta