Selain itu dengan harga harga relatif murah dan desain yang portable serta dimensi ruang yang kecil (lebar 60 cm, panjang 110 cm dan tinggi 120 cm). "Mesin ini tidak memakan tempat apalagi suaranya tidak bising, sehingga cocok menggiling di tengah pemukiman," ucapnya. Terlebih, kualitas yang dihasilkan dari mesin ini dapat menghasilkan beras dengan kualitas yang lebih baik, dan lebih menguntungkan untuk dijual di pasar.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Haeruman turut mengungkapkan rasa bangganya atas prestasi yang diraih bawahannya. Ia menyebut, hanya dengan satu tabung gas 3 kg, mesin ini dapat menggiling hingga 400 kilogram beras dengan biaya penggilingan per kilogramnya hanya 55 rupiah.
"Ini jauh lebih murah dibandingkan penggilingan konvensional yang memakan biaya sekitar Rp. 700 per kilogram," ucapnya.
Tidak hanya itu, Haeruman mengatakan, rendemen hasil penggilingan mencapai 68%, lebih tinggi dari rata-rata penggilingan konvensional yang berkisar antara 60-62%. inovasi ini, imbuhnya, bukan hanya fenomenal, namun juga sangat relevan dalam mendukung efisiensi dan keberlanjutan pertanian di Jawa Barat.
Selain mesin mini huller, Haeruman menambahkan, stafnya juga sedang mengembangkan mesin pengolah sampah anorganik yang mampu menghasilkan listrik melalui sistem kompleks yang berbasis pada termodinamika dan teknologi pltu. "Sebuah inovasi yang luar biasa dan menjawab tantangan masa kini," tuturnya penuh bangga.
Dengan semangat inovasi dan pengabdian, Ahmad Nasir Ginanjar kini telah membuktikan bahwa seorang penyuluh pertanian dapat memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat luas, sekaligus membawa nama baik Kabupaten Garut di kancah Jawa Barat, meski di level enam besar nanti ia harus bersaing dengan kompetitor para inovator setingkat kepala bidang, direktur bahkan kepala dinas. Bagi Ahmad hasil inovasinya setidaknya dapat bermanfaat serta meningkatkan kesejahteraan para petani di daerah.
Editor : ii Solihin
Artikel Terkait