Dalam penanganan stunting ini, imbuh Maskut, harus diselesaikan secara bertahap mulai dari monitoring dan evaluasi (monev) lapangan sampai mengetahui sebab akibat anak tersebut bisa mengalami stunting, baik dari sisi ekonomi, pendidikan, lingkungan, atau pola asuh dan hal lainnya.
"Ya setelah punya data ini, setelah kita punya data per desa jumlah stunting, dan masalahnya apa, kalau dia stunting itu (penyebabnya) ada dari sisi ekonomi, apakah pendidikan, apakah lingkungan kumuh, apakah karena pola asuhnya gak benar, apakah karena ada penyakit penyerta di keluarganya (seperti) ada Tuberculosis (TBC), ibunya ada leukemia dan lain-lain," tuturnya.
Melalui pendataan secara masif ini, ia menambahkan, nantinya diharapkan bisa memudahkan semua pihak dalam penanganan stunting di Kabupaten Garut.
"(Misalnya) oh desa ini ternyata pendidikannya kurang bagus nah nanti Dinas Pendidikan (Disdik) masuk kesitu, oh desa ini ternyata asupan air bersih kurang (dan) lingkungannya kotor nanti ada Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) masuk kesitu. Nah itu sebagai data untuk teman-teman Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) supaya ikut membantu stunting ini, jadi karena stunting ini kan sebenarnya gambaran dari permasalahan di daerah tidak hanya Dinkes dan (Dinas) KB, tapi semuanya sebenarnya sama," jelas Maskut.
Sementara itu, Sub Koordinator (Subkor) Kesehatan Keluarga dan Gizi, Sri Prihatin mengungkapkan, kegiatan ini diikuti oleh 134 orang, terdiri dari para bidan selaku penanggung jawab Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta para tenaga kesehatan (Nakes) selaku penanggung jawab gizi dari puskesmas yang ada di Kabupaten Garut.
Editor : ii Solihin
Artikel Terkait