"Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain, menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat", katanya.
Mengganggu ketertiban umum, mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain, merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Pemilu Peserta Pemilu.
"Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut Kampanye Pemilu; membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar," tuturnya.
Geri menambahkan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 memperbolehkan lembaga pendidikan dijadikan sebagai salah satu tempat untuk berkampanye dibolehkan selama, dan sepanjang pihak civitas akademik yang mengundang peserta pemilu degan ketentuan jumlah peserta dibatasi.
Bentuk kegiatan yang menunjang kegiatan ilmiah seperti seminar, simposium, dan tidak melibatkan pengerahan massa di luar civitas akademika serta tidak menggunakan atribut parpol peserta pemilu.
"Ada 5 lembaga pendidikan tinggi di Tarogong Kidul. Pihak penyelenggara kampanye dalam hal ini, yang bersangkutan menyampaikan pemberitahuan sebelum pelaksanaan kepada KPU, Bawaslu, dan Kepolisian. Jika prosedural pemberitahuan ini tidak ditempuh, maka jajaran pengawas pemilu akan bertindak tegas menghentikan dan membubarkan kegiatan tersebut berdasarkan kewenangannya", pungkasnya.
Editor : ii Solihin