GARUT, iNews.id – Sidang lanjutan perkara makar Negara Islam Indonesia (NII) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Garut, Kamis (17/3/2022). Sidang tersebut dihadiri oleh saksi ahli linguistik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Andika Duta Bahari.
Pada sidang ini, ucapan dalam video makar yang menayangkan tiga terdakwa, Sodikin, Ujer dan Jajang, itu dibahas secara detail. Selain ucapan, sejumlah atribut seperti bendera, lambang pancasila dan pakaian loreng yang dikenakan para jenderal NII dalam video turut dibahas dari sudut analisa bahasa.
“Bahayanya tinggi sekali. (Dampak) social cost yang harus dibayar besar sekali. Jangan dianggap sepele masalah seperti ini,” tutur Prof Andika, saat memberikan keterangannya di depan majelis hakim.
Saksi ahli yang memiliki spesialisasi linguistik forensik itu menjelaskan setiap ucapan dari terdakwa dalam video. “Saya melihat adanya tendensi yang dikehendaki (untuk) mengakhiri pemerintahan NKRI. Ini sudah masuk kategori makar,” ujarnya.
Andika juga mengungkapkan bahwa secara tekstual isi video makar yang ditontonnya merupakan sebuah deklarasi. “Maksud tersiratnya adalah memprolamirkan NII. Itu (yang dibacakan dalam video) tidak lebih seperti Piagam Jakarta, seperti proklamasi berdirinya sebuah negara,” ungkapnya.
Menurutnya ucapan dalam video ini menjadi aneh ketika salah seorang yang berbicara dalam video itu meminta agar pemerintah Indonesia mengesahkan NII. “Ada ancaman kepada pemerintah. Di saat mendeklarasikan NII, mereka ingin agar disahkan oleh Pemerintah RI. Seharusnya lanjut saja kalau memang merasa memilki negara sendiri, kenapa harus meminta pengesahan dari pemerintah,” tuturnya.
Saksi ahli pun menyatakan bahwa para terdakwa telah memenuhi unsur penodaan lambang negara. Dia menyoroti bendera NII yang ditampilkan dalam video.
“Dari bendera sudah makar karena mencantumkan lambang bulan sabit dan bintang. Sementara untuk lambang Pancasila, ini aneh juga. Katanya NII tapi menampilkan lambang NKRI,” katanya.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Kepala Biro Hukum UPI ini menilai tingkat pengetahuan para terdakwa tersebut rendah. “Sorry to say, (pengetahuan) di kasus ini tergolong ada di bawah. Ini lebih dari ketidaktahuan, kurangnya pengetahuan. Maaf bila saya harus mengatakan bahwa nuansa kebodohannya tinggi, tidak seperti Sunda Empire,”ucapnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Neva Sari Susanti mengaku puas dengan keterangan yang diberikan saksi ahli bahasa itu. Ia menyampaikan unsur makar dan penodaan lambang negara sudah terpenuhi.
“Tiga yang didakwakan sudah terpenuhi, makar sudah terpenuhi, ITE sudah terpenuhi dan terakhir penodaan lambang negara sudah terpenuhi,” kata Neva.
Adapun agenda sidang tersebut seharusnya dihadiri oleh dua orang saksi ahli, yakni ahli bahasa dan pidana. Karena masih memiliki agenda lain, saksi ahli pidana kembali berhalangan hadir.
Editor : ii Solihin