"Tentunya ini menjadi kajian bersama bagaimana untuk menyadarkan masyarakat untuk tidak bergantung pada tanaman musiman melainkan beralih ke tanaman tahunan," lanjutnya.
Ia pun menyampaikan bahwa Perhutani KPH Garut telah melakukan sejumlah upaya untuk menanggulangi bencana banjir bandang di 2016 lalu. Pada tahun 2017, Perum Perhutani mendapat anggaran dari APBN untuk menanami lahan kritis yang menjadi penyebab banjir bandang 2016 seluas 2.000 hektare (ha), melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL).
"Saat itu penanaman dilakukan dengan cara menebar benih dari udara menggunakan heli. Namun rupanya dinilai masih belum efektif, pada tahun 2018 berikutnya luas lahan pada penanaman selanjutnya ditambah menjadi 8.000 hektare," ungkapnya.
Dengan demikian, luas total penanaman kembali hutan kritis mencapai sekira 10.000 hektare. Ade Sahdan menjelaskan, upaya Perhutani KPH Garut bukan hanya sebatas menebar benih di lahan kritis.
"Karena kami tetap melakukan perawatan dan kegiatan tahun tanam. Benih yang disebar di 10.000 hektare lahan kritis tadi saat ini sudah tumbuh dan berusia kurang lebih empat tahun, harusnya pohon-pohon baru itu dapat menyerap air lebih banyak lagi, terbukti dari tidak adanya longsor dan erosi di kawasan hulu sungai," urainya.
Editor : ii Solihin
Artikel Terkait