GARUT, iNews.id – Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Jauhari, KH. Jujun Junaedi mengatakan, bahwa masyarakat harus belajar ngaji dan harus bertemu langsung dengan gurunya, bukan melalui media sosial.
Langkah tersebut menurutnya menjadi salah satu hal untuk menangkal paham Radikalisme dan Intoleransi. Ia mengatakan, bahwa diantara contoh mereka yang berpaham radikal dan intoleran adalah mudah mengkafirkan orang lain.
"Dia merasa benar, sementara yang lain salah," ucapnya, Selasa (12/4/2022) saat ditemui di pesantrennya di Kecamatan Sukawening.
Untuk saat ini, diungkapkan Jujun, cukup banyak masyarakat yang berpaham tersebut. Hal itu terjadi kepada mereka yang baru paham satu atau dua hadits melalui aplikasi media sosial (medsos), salah satunya youtube.
"Sekarang kan banyak yang begitu, baru hafal satu dua hadits dari youtube, suka mendengar ustadz dari youtube sudah berani mengkafirkan. Kalau yang toleran kan minimal dikaji dulu, kenapa begini, begitu, tidak ujug-ujug kamu kafir," ungkapnya.
Belajar tentang agama yang benar, dijelaskan Jujun, seharusnya dilakukan secara Talaqqi (metode pengajaran Al-Qur'an secara langsung), bertemu langsung dengan gurunya saat mengaji.
"Anak-anak disini tidak ada yang radikal, karena disini di didik dari awal gitu. Dari yang paling dasar sampai tingkat atas tentang agama Islam, di didik ini secara lengkap," jelasnya.
Namun walau begitu, menurut Jujun, bagi mereka yang sudah berpaham radikal dan intoleran harus didatangi dan disadarkan. Untuk proses tersebut, pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus mengambil peran aktif dalam hal tersebut.
“Kalau tidak disadarkan ya ditindak. Untuk masyarakat, harus tetap tenang, ikuti ajaran yang bermanhaj, jangan ikut yang mengakafirkan orang, menyalahkan ajaran orang sementara dia sendiri tidak benar atau belum tentu benar. Untuk membedakan, pokoknya kalau sudah mengkafir-kafirkan orang, mudah menyalahkan orang berarti itu orang yang intoleran dan radikal, seperti itu saja,” pungkas Jujun.
Editor : ii Solihin
Artikel Terkait