Menurut Asep, saat mendapat penyiksaan itu Rohimah tidak pernah berteriak. Penyiksaan sering dilakukan di dapur dan kamar mandi.
"Hanya menahan sakit saja dan menangis di belakang rumah. Makanya jika ada warga yang bilang pernah mendengar suara tangisan, itu betul," ujarnya.
Asep Muhidin juga bersyukur jika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut akan menanggung proses pengobatan Rohimah selanjutnya. "Sudah ada komunikasi dari Wakil Bupati Garut Helmi Budiman, bahwa untuk berobat itu tidak perlu ke Bandung, tp cukup di Garut," katanya.
Kuasa hukum, lanjut dia, akan mengawal kasus ini hingga proses persidangan di pengadilan nanti. Sementara itu, ayah Rohimah, Amid (80), mengaku bersyukur dapat kembali melihat anaknya.
Menurut Amid, pihak keluarga tak akan lagi mengizinkan Rohimah bekerja sebagai ART berkaca pada pengalaman penyiksaan yang ia alami di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
"Tidak akan mengizinkan jadi ART lagi. Sebelumnya anak saya pernah beberapa kali jadi ART, tapi tak sampai seperti ini. Lebih baik di sini saja sama keluarga, kami akan merawat dan mengobatinya," tutur Amid.
Editor : ii Solihin
Artikel Terkait