Menurut Maman, aktivitas pabrik tersebut di beberapa tahun lalu, yakni di 2014 silam, pernah diprotes oleh warga dari empat desa. Mereka melakukan aksi penutupan paksa hingga membakar sejumlah barang di pabrik.
"Sampai-sampai masalah ini masuk ke pengadilan, dan pemerintah sudah meminta pabrik itu dilarang beroperasi. Namun nyatanya bau terhirup lagi," katanya.
Aksi protes yang dilayangkan warga didukung oleh para pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Satuan Pelajar dan Mahasiswa (Satma) Pemuda Pancasila Kabupaten Garut. Heqi Irfani, Ketua Satma Pemuda Pancasila Kabupaten Garut, mendesak DPRD membuat tindakan nyata terkait aspirasi yang disampaikan masyarakat.
"Polusi udara berupa bau tidak sedap mengancam kesehatan masyarakat yang terdiri dari anak-anak kecil, hingga lansia. Dampak langsungnya adalah muntah-muntah yang dialami masyarakat jika menghirup bau tak sedap dari pabrik pengolahan pakan itu," kata Heqi Irfani.
Dia membenarkan jika aktivitas pabrik itu telah kembali dilakukan setelah dilarang melalui putusan pengadilan di 2017 lalu. Menurutnya, orang tak bertanggung jawab telah dengan sengaja mengaktifkan kembali aktivitas pabrik, namun dengan cara yang disamarkan.
"Dahulu itu sifat pabriknya berupa PT, sekarang berubah menjadi industri rumahan, semacam UMKM. Meski tersamarkan, bau tak sedap serupa muncul lagi hingga sekarang," ucapnya.
Editor : ii Solihin